Kamis, 10 November 2011

Resensi Buku

                   
        Motor adalah Siasat
OLEH HIKMAT DARMAWAN
           

Judul      : Kartun Motor: Berkah dan Bencana Motor
Penulis   : Beng Rahardian, VBI Djenggoten,Eko S Bimantara, dan Didie SW
Editor    : Thomdean, JB Kristanto
Penerbit  : Nalar
Cetakan  : I, 2011
Tebal      : VIII + 104 Halaman                                 
ISBN      : 978-979269034-7                              KOMPAS / TOTOK WIJAYANTO
Harga     : Rp. 30.000,00

Jumlah motor di Jakarta hampir sama dengan jumlah penduduk ibu kota yang semrawut ini, lebih dari 8 juta unit. Penduduk Jakarta saat malam, artinya yang sungguh-sungguh tidur dan berumah di DKI Jakarta sebanyak 9.588.158 jiwa, menurut sensus 2010. Begitulah catatan Beng Rahardian dalam komik pertama antalogi unik ini.
            Apa arti angka itu? Artinya, Jakarta sangat tak layak huni, sebetulnya. Tren pembangunan kota mutakhir kian menitikberatkan penilaian kelayakhunian kota dari hal-hal yang diabaikan Jakarta, seperti penekanan pada transportasi umum(khususnya kereta), sepeda, pedestrian (jalur pejalan kaki), serta ruang-ruang publik yang luas. Lebih jelasnya, tren mota mutakhir dunia adalah mengurangi kendaraan bermotor pribadi, khususnya mobil pribadi.
           Di Jakarta dan sekitarnya mobil pribadi adalah raja. Semakin jalan macet di Jakarta serta kota-kota satelitnya, semakin dilebihkan jalan untuk mobil pribadi. Pedestrian dikurangi hingga nyaris tiada, pohon-pohon pinggir jalan ditebangi, kendaraan umum tak juga dibenahi. Boro-boro pula meluaskan jaringan kereta atau memperbanyak tambahan dan ruang-ruang publik untuk semua.
            Neraka urban ini pun diterima sebagai sesuatu yang normal. Para warga dipaksa pandai-pandai bersiasat agar bisa berjibaku sekadar hidup di Jakarta yang sudah termasuk 10 kota terpadat di dunia ini.
Semakin kusut
            Maka, motor adalah siasat. Di kota yang semakin kusut ini jarak menjadi neraka. Kepadatan tak memungkinkan perhitungan waktu normal. Kita bergerak dari sendat ke sendat. Bersepeda terlanjur tak nyaman. Berjalan, apalagi. Maka, motor jadi pilihan”mending”, lumayan. Motor pribadi, ataupun ojeg.
            Kenapa? Kumpulan komik (sesuatu yang kini sedang tren dalam penerbitan komik lokal) Kartun Motor : Berkah dan Bencana Motor ini memberikan kilasan jawaban. Komik pertama,” Ojegpedia” karya Beng, mengulik cukup menarik serba-serbi ojek yang tidak bisa dipisahkan, tentu saja, dari musabab warega kota macam Jakarta memilih motor. Satu kata: fleksibel.
            Motor bisa lincah ”menembus kemacetan”, ”menyusup gang senggol” dan sering seperti sengaja ”menentang semua aturan”. Dan di tengah semua kekacauan, ojeg menjadi siasat khas. ” Ojeg tidak teratur, tidak terlindungi, tak bersubsidi, tidak memberi kontribusi pada pendapatan daerah, kini menjadi dilema besar kita semua karena kehadirannya yang tidak diharapkan itu justru memberikan solusi bagi transportasi warga,” tulis Beng (hal 7).
            Asiknya, kumpuilan ini seluruhnya setia pada sudut pandang pengendara motor. Bahkan, saat sedang meledek dunia dan logika motor itu sendiri, seperti dalam rangkaian komik anekdot yang kadang absurd dari Eko S Bimantoro, Didie SW, dan Norvan ”Pecandu Pagi” Hardian.
            Juga ketika Vbi Djenggotten memarodikan kebencian ”kaum bermobil” kepada para pemotor, sudut pandangnya terasa tetap dari para pemotor. Dengan kocak, Vbi memarodikan Gubernur DKI Fauzi Bowo pada Juli 2010 lalu yang menyatakan bahwa biang keladi macet Jakarta adalah motor sehingga digodok kebijakan untuk mengurangi penggunaan motor di kawasan tertentu.
            Mungkin Vbi agak tak imbang saat mengabaikan begitu saja data dalam pernyataan Foke tersebut bahwa di Jakarta penamabahan jumlah motor bisa 900 unit per hari. Data ini menunjukkan bahwa motor memang jadi masalah di Jakarta. Namun, sebaliknya, sikap sang pelayan publik menyalahkan kemacetan Jakarta hanya pada motor pun lebih tak adil lagi.
            Dengan mengkambinghitamkan motor, kekacauan perencanaan dan tata kota seolah dianggap bukan masalah utama. Maka parodi macam dari Vbi ini pun perlu.
Matang walau kurang
            Kelima komikus/kartunis plus editor dan kartunis Thomdean, yang menggambar sampul dan mengantar kumpulan komik ini dengan komik pula, menampakkan kematangan teknis dan penceritaan. Yang paling menonjol, semua sudah memiliki gaya pribadi yang ajeg dan kuat.
            Beng menampakkan keterampilan teknis yang tinggi dalam mengguratkan garis. Ia menguasai penggunaan kuas (sesuatu yang jarang pada komikus muda angkatannya), bergaya agak ”old school” dalam kartun, tepi juga terampil memanfaatkan alat bantu komputer/program grafis untuk mengayakan desain komiknya. Ia juga cukup jeli pada detail sehingga mampu menabur humor dalam latar pada panel-panelnya (misalnya, mnculnya pocong atau gadis bermuka rata sebagai bagian latar beberapa panelnya).
            Keterampilan ”old school” serupa juga tampak pada Didie SW yang menyumbang rangkaian kartun bertema motor ”modif”, (modifikasi maksudnya). Sementara Eko S Bimantoro dan Novran bergaya lebih ”seenaknya”, tapi sudah punya ciri yan sangat khas. Dan Vbi, yang sering mengaku telat ngomik , semakin menampakkan insting bahasa komik yang bagus. Pengelolaan waktu (timing) dalam susunan panel-panelnya sungguh esensial agar humor-humornya nonjok.
            Sayang, masih banyak aspek dunia dan ”logika” motor yang masih tercecer. Bagaimana dengan diskriminasi yang dialami motor-motor Jakarta di mal-mal, misalnya? Bagaimana dengan kasta-kasta dalam dunia motor, terutama subkultur moge (motor gede) yang sering terasa jumawa dan orang kebanyakan ngedumel sendiri gara-gara merasa terintimidasi mereka? Bagaimana pula dengan dunia motor kota lain, selain Jakarta? (Yogyakarta, agaknya menarik). Dan banyak lagi.
            Tentu saja ini hanya menandakan bahwa dunia motor di negeri kita telah melahirkan subkultur yang khas. Dilemanya pun bisa jadi adalah bom waktu, dan kumpulan komik/ kartun semacam ini biasanya berfungsi menyentil agar kita mawas masalah semacam itu. Dan semoga ini menandakan bahwa memang kumpulan ini masih akan berlanjut dan syukur jika terus mengulik aspek-aspek transportasi negeri kita lebih luas dan dalam.
HIKMAT DARMAWAN
Sedang menelitik komik di Jepang
dalam program Asian Public
Intelectuals (API) Fellowship
Program 2010-2011
     

IDENTIFIKASI
1. Judul resensi            : Judul resensi sesui
2. Identitas buku         : Pada resensi tersebut identitas buku sudah cukup lengkap.    
  Hanya saja tempat terbit buku tidak disertakan. Akan tetapi
  pada identitas buku tersebut terdapat nama editor dan ISBN
  buku yang memperlengkap identitas buku.
 Bukti:  Judul               : Kartun Motor: Berkah dan Bencana
                                                   Motor
Penulis                         : Beng Rahardian, VBI Djenggoten,    
                            Eko S Bimantara, dan Didie SW
Editor              : Thomdean, JB Kristanto
Penerbit           : Nalar
Cetakan            : I, 2011
Tebal               : VIII + 104 Halaman                        
ISBN                : 978-979269034-7                            
Harga              : Rp. 30.000,00

3. Pembuka :
·   Latar Belakang : Kepadatan kota Jakarta bukan hanya disebabkan oleh
                              faktor penambahan jumlah manusia setiap tahunnya, namun
                              juga disebabkan oleh meledaknya jumlah kendaraan pribadi  
                             yang membuat ruang gerak Jakarta menjadi sempit sehingga
                              kemacetan tidak dapat dihindari. Penataan kota untuk memperbaiki aspek-aspek transportasi umum, ruang publik, pedestrian dan ruang publik perlu di perhatikan untuk menjadikan Jakarta sebagai tempat yang layak huni
Bukti: Terdapat pada paragraf pertama sampai keempat.
·   Tujuan             :  Penulis ingin menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa mengendarai sepeda motor di kota Jakarta merupakan suatu tindakan untuk menyiasati kemacetan lalu lintas di Jakarta. Selain itu penulis juga menyampaikan bahwa sepeda motor bukan penyebab satu-satunya kemacetan yang timbul di Jakarta.
Bukti :
·         ” Maka, motor adalah siasat”
§  Motor bisa lincah ”menembus kemacetan”, ”menyusup gang senggol” dan sering seperti sengaja ”menentang semua aturan”.
§  ”Dengan mengkambinghitamkan motor, kekacauan perencanaan dan tata kota seolah dianggap bukan masalah utama”.
·   Kepengarangan : Pada resensi tersebut tidak ada penjelasan tentang latar belakang penulis.                     
4. Isi                :
·   Sinopsis
Motor sudah jadi bagian tak terelakkan dari jalanan kita. Dia bisa berfungsi apa saja: pengganti “angkutan massal” yang tak disediakan secara memadai oleh yang berwajib, sampai pengangkut apa saja. Jumlahnya pun meledak di kota besar maupun di desa karena sistem penjualan yang membuat harganya jadi “murah”. Maka jalanan yang tak memadai menjadi “neraka” bagi penggunanya. Dia disayang sekaligus dibenci. Dia jadi berkah sekaligus bencana. Lima kartunis terkemuka (Beng Rahadian, Norvan Hardian, Vbi Djenggotten, Eko S Bimantara, Didie SW) mencoba memotret dunia motor dengan gaya humornya masing-masing.
5. Keunggulan  buku  : 1. Teknis dan penceritaan pada komik ini menampakkan kematangan.
                                             Bukti, paragraf ke-12 ” Kelima komikus.......... menampakkan kematangan teknis dan penceritaan”
                                             2. Dengan penguasaan desain old school dari Beng komik tersebut berhasil memunculkan humor pada panel-panelnya.
                                             Bukti, paragraf ke-13, ” Beng menampakkan keterampilan teknis yang tinggi dalam mengguratkan garis. . . . . . . . .pada panel-panelnya (misalnya, mnculnya pocong atau gadis bermuka rata sebagai bagian latar beberapa panelnya”)
3. Setiap komikus dari penulis buku tersebut memiliki ragam gaya pribadi yang membuat cerita menjadi mantap.
Bukti, paragarf ke-14, ” Keterampilan ”old school” serupa juga tampak pada Didie SW yang menyumbang rangkaian kartun bertema motor ”modif”, (modifikasi maksudnya). Sementara Eko S Bimantoro dan Novran bergaya lebih ”seenaknya”, tapi sudah punya ciri yan sangat khas. Dan Vbi, yang sering mengaku telat ngomik , semakin menampakkan insting bahasa komik yang bagus. Pengelolaan waktu (timing) dalam susunan panel-panelnya sungguh esensial agar humor-humornya nonjok”.
6. Kekurangan buku  :
1. Masih banyak sisi dari motor yang belum dikuak dalam tersebut. Seperti adanay kasta-kasta dalam dunia motor, diskriminasi yang dialami motor-motor Jakarta di mal-mal, dan moge yang sering melakukan intimidasi terhadap orang Jakarta kebanyakan serta dunia motor yang berada di kota lain.
Bukti, paragaraf ke-15, ” Sayang, masih banyak aspek dunia dan ”logika” motor yang masih tercecer. Bagaimana dengan diskriminasi yang dialami motor-motor Jakarta di mal-mal, misalnya? Bagaimana dengan kasta-kasta dalam dunia motor, terutama subkultur moge (motor gede) yang sering terasa jumawa dan orang kebanyakan ngedumel sendiri gara-gara merasa terintimidasi mereka? Bagaimana pula dengan dunia motor kota lain, selain Jakarta? (Yogyakarta, agaknya menarik). Dan banyak lagi”.
2. Keseimbangan data pada fakta dan cerita pada komik kurang di perhatikan oleh Vbi.
Bukti, pada paragarf ke-10, ” Mungkin Vbi agak tak imbang saat mengabaikan begitu saja data dalam pernyataan Foke tersebut bahwa di Jakarta penamabahan jumlah motor bisa 900 unit per hari. Data ini menunjukkan bahwa motor memang jadi masalah di Jakarta. Namun, sebaliknya, sikap sang pelayan publik menyalahkan kemacetan Jakarta hanya pada motor pun lebih tak adil lagi”.


7. Nilai buku   : Komik semacam ini biasanya berfungsi mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam permasalahan transportasi.
   Bukti, pada paragraf ke-16, ” Tentu saja ini hanya menandakan bahwa dunia motor di negeri kita telah melahirkan subkultur yang khas. Dilemanya pun bisa jadi adalah bom waktu, dan kumpulan komik/ kartun semacam ini biasanya berfungsi menyentil agar kita mawas masalah semacam itu. Dan semoga ini menandakan bahwa memang kumpulan ini masih akan berlanjut dan syukur jika terus mengulik aspek-aspek transportasi negeri kita lebih luas dan dalam”.













0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls