I. ABAYAN LIF TAFHIIM :
1. AKIDAH ISLAM berpijak pada landasan bahwa Allah telah menulis segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya sebelum ia lahir di dunia ini. Sebagian ulama memahami bahwa penulisan ini berarti Allah menetapkan, menggariskan, memutuskan, dan menghendaki. Pada hakikatnya, Allah menulis semua perbuatan yang akan dilakukan manusia dan diketahu oleh-Nya. Manusia bebas, dan ilmu Allah lebih dahulu mengetahui kebebasan manusia, karenanya Dia mengetahui apa yang akan dilakukan oleh kebebasan itu. Dia menulis segala sesuatu. Buku Allah merupakan ilmu-Nya yang paling awal. Ilmu yang paling awal adalah cahaya yang menyingkap semua tabir dan bukan kekuatan yang menindas.
Sudah banyak ulama yang menulis tentang qadha dan qadar ini. Di antara tulisan yang paling dekat dengan zaman Nabi Muhammad adalah apa yang dikatakan oleh Imam Bin Qadamah Al-Maqdisi, “Di antara sifat Allah ialah bahwa Dia akan melaksanakan kehendak-Nya. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak-Nya. Tidak ada sesuatu pun keluar dari kehendak-Nya; dan tidak akan melanggar dari apa yang telah digariskan-Nya. Jika manusia berada dalam perlindungan-Nya, niscaya mereka tidak akan menyalahi-Nya. Jika Dia menghendaki agar mereka menaati-Nya, niscaya mereka akan menaati-Nya. Dia telah menciptakan makhluk dengan segala amal perbuatannya. Dia juga telah menentukan rezeki dan ajal mereka, Dia akan memberi petunjuk dengan rahmat-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dengan hikmah-Nya, Dia menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya.”
Allah berfirman :
Artinya
Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, tetapi merekalah yang akan ditanyai. (QS Al-Anbiya 23)
Dalam surat lain, Allah juga berfirman :
Artinya :
Sesunggguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (QS Al-Qamar :49)
Sementara itu, dalam surat Al-Hadid, Dia berfirman :
Artinya :
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam buku sebelum Kami menciptakannya....(QS Al-Hadid 22)
2. KEYAKINAN PADA QADHA ini dipertegas oleh dalil yang pasti. Bahkan fitrah mengarahkan kepadanya. Mudah bagi orang untuk berpikiran bahwa setiap kejadian mempunyai sebab. Ia hanya mengetahui kronologi sebab-sebab yang ada dihadapannya saja. Ia tidak akan mengetahui sebab-sebab di masa lalu, kecuali pencipta sistemnya; dan masing-masing sebab itu mempunyai masukan yang jelas. Kehendak tak lain adalah salah satu pengaruh dari pengetahuan. Pengetahuan adalah pengalaman yang diperoleh melalui pancaindera.
· YANG MENYEBABKAN kaum muslim lemah bukanlah keyakinannya pada ajaran-ajaran Islam. Penyebabnya adlah kelengahan dan kejauhan mereka dari Islam dan ajaran-ajarannya. Kalau bukan karena kelemahan kaum Muslim dan kesalahan pemahaman mereka tentang qadha dan qadar, niscaya mereka akan menjadi manusia-manusia pertama yang naik ke bulan; mereka akan menjadi orang-orang yang disegani di muka bumi.
· ISLAM adalah agama yang menjunjung tinggi kebebasan manusia dan menganjurkan kemajuan material dan spiritual sekaligus. Islam adalah juga agama yang mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan, penemuan, dan kajian tentang segala sesuatu di alam semesta ini. Akhirnya, Islam adalah agama yang meyakini adanya qadha’ dan qadar.
· ISLAM adalah kesatuan integral yang tidak dapat dipisah-pisah. Kita tidak dapat mengabaikan satu unsur pun darinya atau memilih hal-hal yang sesuai dengan kondisi saja serta menjauhkan ajaran-ajaran Islam lainnya. Segala macam bentuk pemisahan atau penghindaran hukum Islam berarti menyumbat pengaruh Islam secara keseluruhan agar menghilangkan pengaruhnya dari kehidupan.
· Di satu sisi, kaum Muslim mengambil pemikiran tentang qadhaq’ dan qadar dan di sisi lain, mereka meninggalkan pemikiran tentang kebebasan manusia. Ketika kalimat Islam dirangkum dalam syariat secara keseluruhan yang diturunkan berupa wahyu kepada hati Rasulullah dan kemudian diaktualisasikan melalui Sunnah Nabi secara menyeluruh, maka MENGAMBIL AJARAN DAN MENINGGALKAN SEBAGIAN LAINNYA BERARTI BAHWA KITA BELUM MENGAMBIL APA YANG DISEBUT OLEH ALLAH SEBAGAI ISLAM. Yang demikian itu adalah agama baru hasil karya kita yang kita tambah dan kurangi. Kesalahan bukan terletak pada Islam, melainkan pada diri kita sendiri.
· Apakah DEFINISI QADHA’ DAN QADAR menurut para ulama terdahulu ? Para ulama penganut paham Asy’ariah berpendapat bahwa qadha’ adalah rancangan Tuhan (al-khathhah ar-rabbaniyyah) yang paling azali, sama seperti Dia mengetahui dan berkehendak. Sementara itu, qadar adalah penampakan makhluk di alam wujud dengan kekuasann-Nya. Jadi penganut paham Asy’ariah berpandangan bahwa qadha itu lama, dan qadar itu baru.
· Di lain pihak, aa sebagian ulam yang berpendapat sebaliknya. Para penganut al Maturidiyah berpendapat bahwa qadha’ itu baru, sementara qadar itu lam. Demikianlah definisi qadha’ dan qadar menurut orang-orang terdahulu. Dengan bahasa kita sekarang ini, mungkin kita katakan bahwa qadha’ dan qadar adalah ilmu dan kehendak Allah yang tampak dalam lembaran kehidupan manusia sehari-hari.
Jadi :
Sesungguhnya qadha’ dan qadar, kebebasan manusia, Pengetahuan Allah tentang manusia, situasi intelektual, dan perasaan jiwa manusia saling berkaitan satu sama lain. Wajar dan lumrah saja kalau ilmu kalam atau ilmu tauhid mencatat pembagian kaum Muslim ke dalam beberapa mahzab. Setiap mahzab memperkuat pengakuannya dengan ayat-ayat dan bukan masalah pokok yang sudah permanen. Perselisihan semakin bertambah luas karena masing-masing kubu dilengkapi dengan persenjataan lengkap.
Kaum determinis menggunakan dalil dari Firman Allah SWT :
Artinya :
“Kalian tidak menghendaki ( menempuh jalan itu), kecuali jika dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijakasana. (QS Al Insaan 30)
Sementara itu, kaum indeterminis menggunakan dalil dari firman Allah :
Artinya : dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan..(QS 9:105)
Yang membingungkan ialah bahwa perbedaan pandangan ini tidak mengenal bahwa qadha’ dan qadar adalah bagian dari akidah Islam. Sebagai akidah yang dipraktikkan oleh manusia, Islam terikat oleh berbagai hukum relativitas dan hukum perbedaan tingkat pandangan. Firman Allah: Katakan, “Bekerjalah kalian...”sama sekali tidak bertentangan dengan firman-Nya yang terbaca : Kalian tidak menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali dikehendaki Allah...
Hukum-hukum tingkatan berlaku dalam kasus di atas, Pada tingkatan amal perbuatan yang bersifat materi dan kekhalifan di muka bumi, haruslah diperhatikan duduk persoalnnya berkenaan dengan amal. Pada tingkatan iman dan kepasrahan pada qadha’, mestilah diperhatikan hubungan antara kehendak manusia dengan kemutlakan kehendak Ilahi. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu amal perbuatan yang tak diberkahi dengan bimbingan-Nya tidak akan pernah berhasil. Adlaah di luar kehendak seorang Muslim bila ia melakukan seusatu dan kmeudian dikejutkan oleh angin yang tidak pernah terlintas dalam hatinya. Seakan-akan terjadi gempa bumi atau topan atau kekuatan amat dahsyat atau keadaan yang tidak membawa keberuntungan.
Disini ditemukan pemikiran tentang qadha’ dan qadar yang memberikan kesaksian atas keagungan dan kekuasaan Allah serta balsam pengobat lluka. Seorang Muslim akan mengatakan :
Artinya :
22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
(QS Al Hadiid 22-23)
3. DI MASA NABI SAW, masalah qadha’ dan qadar menjadi pemicu lahirnya keberanian kalbu kaum Muslim untuk mencapai tujuan syahid di jalan Allah dan menyebarluaskan Islam. Namun, dalam kurun sesudahnya, masalah ini justru berubah menjadi penyebab melemahnya kaum Muslim di hadapan musuh-musuhnya, menambah kesengsaraan mereka, dan menjadikan mereka tidak bergerak untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan. Akhirnya, peradaban Islam dituduh sebagai peradaban deterministik yang tidak memberi tempat buat kehendak manusia dan tidak ada lagi makna kebebasan di dalamnya.
Di antara noda yang melumuri zaman Islam adalah pemandangan bahwa kehidupan ini terdiri atas dua warna, yakni hitam dan putih. Padahal, kehidupan ini sesungguhnya lebih dari dua warna itu. Ada banyak hal dan hubungan yang berjalin berkelindan secara mendalam di dalam kehidupan dan hampir-hampir menjadikan masalah qadha’ dan qadar sebagai lautan yang menenggelamkan akal pikiran manusia. Ihwal pengertian yang mendalam ini. Rasulullah SAW telah mengisaratkan dalam sabdanya, “Manakala Qadha’ disebut-sebut, maka tahanlah dirimu. Qodar adalah rahasia Allah. Jangankan engkau mengungkapnya sebab ia adalah lautan. Janganlah sampai engkau tenggelam di dalamnya.” Dengan sabdanya itu, Rasulullah SAW memaksakan pengertian yang cukup mendalam.
Qadha’ dan Qadar memiliki suprastruktur yang menghubungkan keinginan, kehendak, dan ilmu Allah. Keudanya juga mempunyai infrastruktur yang menghubungkan perbuatan, usaha, dan gerakan manusia. Suprastruktur itu tidak tampak oleh kita. Kita tidak akan dapat menyelam ke dalamnya dengan segala macam sarana buatan kita dan akal pikiran kita. Di wilayah ini, kita tidak memiliki alat-alat penelitian. Mengenai infrastruktur, kita mempunyai gambaran yang berpijak pada rasio. Kita dapat berdiri dengan pengembaraan kita dalam sejarah untuk membaca kandungannya.
0 komentar:
Posting Komentar